Kata “Karma” berasal dari agama Budha yang berarti “hukum sebab-akibat moral” atau kerennya “the law of moral causation”.
Agama Budha meyakini bahwa jika seseorang ingin mencapai Nirwana
(Surga) maka setiap yang berdosa harus membayar kontan semua dosanya
dengan cara diberikan kesempatan kedua yang bernama karma, yaitu
terlahir kembali ke dunia dan menemui masalah yang sama, dan dilihat
apakah mereka serius ingin menebus dosa atau cuma main-main.
.
Selain
itu, pemahaman tentang karma adalah meyakini bahwa segala sesuatu yang
terjadi dalam hidup manusia adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri.
Misalkan, jika ada orang yang tertimpa musibah dan sial terus menerus
setahunnon-stop, maka itu
semua adalah akibat perbuatan yang dia lakukan di masa lampau. Jika dia
tidak mendapat balasan semasa hidup di dunia, maka akan dibalaskan
kepada keturunannya. Jadi ada dosa warisan/turunan dalam hukum karma.
.
Menariknya,
di Indonesia, pengertian karma ini berkembang menjadi sebuah hukuman
bagi seorang pelaku kejahatan. Sehingga konotasi karma lebih kepada
hukuman bagi perilaku negatif atau jahat saja. Makanya kenapa kita tidak
akan pernah mendengar jika ada orang yang ingin berbuat baik kepada
orang lain lalu ada yang menegur, “hey hati-hati berbuat baik sama dia, nanti kena karma!” hehehe..
.
Islam dan Hukum Karma
Islam
adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Allah SWT juga
memiliki nama lain yang berhubungan dengan keadilan seperti Al-‘Adl (Yang Maha Adil) atau Al-Hakim (Yang
Maha Menghakimi). Di dalam Al-Qur’an sendiri juga dijelaskan bahwa
segala perbuatan, baik ataupun buruk, sekecil apapun, pasti akan
mendapat ganjaran dari Sang Maha Kuasa.
.
“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (biji atom), niscaya dia akan
menerima (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
seberat dzarrah (biji atom) pun, niscaya dia akan menerima
(balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah [99]:7-8)
.
Lalu
bagaimana Islam memandang hukum karma? Menurut pendapat saya hukum
karma tidak ada dalam Islam karena itu jelas berbeda dengan prinsip
keimanan yang diajarkan oleh Islam. Dalam Islam kita memiliki iman yang
meyakini bahwa Allah Maha Adil dan segala perbuatan kita pasti akan ada
balasannya, baik di dunia ataupun di akhirat nanti.
.
Namun,
Islam tidak mengenal adanya kesempatan kedua untuk turun di dunia
memperbaiki segala kesalahan serta adanya dosa turunan yang akan
diwariskan kepada keturunannya. Karena setiap manusia harus
bertanggungjawab terhadap apa yang dia lakukan, dan bukan orang lain
atau keturunannya. Ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW, “Setiap dari kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (perbuatannya).” (HR. Bukhari)
.
Selain
itu, tidak semua hal yang terjadi pada diri manusia adalah karena
“investasi” kebaikan atau kejahatannya di masa yang lampau. Karena bisa
saja kebaikan yang diberikan kepada manusia itu karena memang Allah SWT
sedang mencurahkan rahmat-Nya, atau bisa juga permasalahan yang dihadapi
manusia adalah suatu cobaan dari-Nya agar manusia tersebut lulus ke
tingkatan selanjutnya. Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa
yang manusia tersebut lakukan di masa yang lampau, tapi cobaan tersebut
bertujuan untuk menguji keimanan hamba-Nya.
.
Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya: “Apakah
orang-orang mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja seenaknya berkata:
“Kami telah beriman”, padahal keimanan mereka itu belum diuji?” (QS. Al-Ankabut: 2-3)
.
Di
sini jelas ada perbedaan mendasar antara hukum karma dengan apa yang
diyakini oleh Islam. Tapi yang pasti, Allah adalah Raja dari segala raja
keadilan. Seperti yang dijelaskan dalam Surat Al-Zalzalah bahwa segala
perbuatan akan ada balasannya. Jika manusia itu berbuat baik, maka
balasannya pun pahala dan kebaikan. Sebaliknya, jika manusia itu berbuat
kejahatan, maka dosa lah balasannya. Jadi seperti ada hukum
.
Berbuat Baiklah Sebanyak-banyaknya!
Niat
merupakan komponen dasar dari perbuatan baik atau buruk seseorang.
Rasulullah SAW menjelaskan dalam hadtisnya bahwa segala amal perbuatan
itu tergantung kepada niatnya. Suatu perbuatan akan menjadi kebaikan
jika diniatkan hanya karena Allah SWT (lillaahi ta’ala).
Jika niatnya sudah baik, maka perbuatannya pun akan menjadi baik,
walaupun hasil yang diinginkan tidak tercapai. Tapi Allah SWT sudah
mencatatkan sebagai amal kebaikan.Subhanallah bukan?
.
Di
dalam Al-Qur’an, jika Allah SWT memerintahkan untuk berbuat kebaikan,
terkadang bersamaan dengan perintah menegakkan keadilan. Ini isyarat
bahwa berbuat kebaikan itu biasanya didapatkan dengak kebiasaan berlaku
adil. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebaikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan.” (QS. An-Nahl [16]:90)
.
Islam
mendorong umatnya untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dan
taqwa, dan balasan bagi segala perbuatan baik itu ada yang langsung
dibalaskan di dunia, dan ada juga yang ditangguhkan untuk dibayarkan di
akhirat. Seperti dalam firman-Nya, “Berlomba-lombalah
kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Baqarah [2]:148)
.
Berbuat
baik itu tidak mengenal usia, ras ataupun golongan. Kita diperintahkan
untuk berbuat kebaikan kepada semua orang. Dalam salah satu ayat
Al-Qur’an,“Dan berbuat baiklah
kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil
(orang yang bepergian) dan hamba sahayamu (pembantu).” (QS. An-Nisa [4]:36)
.
Allah SWT berfirman, “Bukanlah kebajikan itu menghadapkan muka ke arah timur dan barat, tetapi yang
termasuk kebajikan ialah beriman kepada Allah, hari akhirat,
malaikat-malaikat, Kitab-kitab, nabi-nabi, memberikan bantuan yang
disayanginya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang terlantar dalam perjalanan, peminta-minta, dan
memerdekakan perbudakan, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, menepati
janji yang telah diperbuat, sabar menderita kemiskinan dan kemelaratan,
terutama ketika perang. Itulah orang-orang yang benar keimanannya, dan itu pulalah orang-orang yang takwa.” (QS. Al-Baqarah [2]:177)
.
Sebenernya
mudah saja untuk mengetahui apa yang kita lakukan itu perbuatan baik
atau tidak. Kita semua kan punya hati nurani. Sebelum melakukan sesuatu,
coba tanya di dalam hati apakah itu perbuatan yang baik atau buruk.
Jawaban suara hati tidak akan pernah berbohong. Misalkan saat kita
menolong orang lain, suara hati pasti akan terasa senang. Lain halnya
saat kita mencuri atau melakukan kesalahan, suara hati pasti mengatakan
bahwa itu salah dan terjadi pemberontakan di dalam hati. Tapi ingat,
jika kita terus menerus melakukan kejahatan, lama-lama suara hati akan
tertutup dengan sendirinya, dan kita bisa menjadi sesat-sesesatnya.
.
Lalu apa balasan dari kebaikan yang dilakukan? Ya tentu saja kebaikan juga. Seperti firman-Nya, “Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman [55]:60).
.
Maka
dari itu berbuat baiklah kepada siapapun, bahkan kepada orang yang
telah berbuat jahat kepada kita. Mengapa? Karena kebaikan tersebut
dilipatgandakan di sisi-Nya. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an, “Mereka
itu diberi pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran mereka dan mereka
menolak kejahatan dengan kebaikan dan sebagian dari apa yang telah Kami
rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (QS. Al-Qashash [28]:54)
.
Dalam
ayat di atas jelas bahwa segala kebaikan akan mendapat balasan yang
lebih baik dari Allah SWT, dan setiap kejahatan dibalaskan setimpal
dengan apa yang dilakukan. Di sinilah letak kebaikan dan keadilan dari
Sang Maha Menghakimi. Dia berikan ganjaran yang lebih kepada orang-orang
yang berbuat kebaikan. Namun untuk pelaku kejahatan dibalas setimpal
dengan kejahatannya. Allah SWT tidak menzolimi sedikitpun terhadap
orang-orang yang berbuat jahat. Subhanallah…
.
Coba perhatikan ayat ini, “Siapa
yang datang membawa kebaikan, baginya pahala yang lebih baik daripada
kebaikannya itu; dan siapa yang datang membawa kejahatan, tidaklah
diberi balasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu,
melainkan seimbang dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.”(SQ. Al-Qashash [28]:84)
.
Bagaimana Dengan Perbuatan Jahat?
Ada
madu, ada racun. Begitu pula dengan perbuatan manusia. Ada perbuatan
baik, dan tentu saja ada perbuatan yang kurang baik. Seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa Allah SWT adalah Al-‘Adl atau
Yang Maha Adil. Termasuk tentu saja jika kita melakukan perbuatan
jahat, maka ada hukuman yang setimpal. Hukumannya pun bukan hanya
dibalas di dunia, namun yang lebih mengerikan akan dibalas di neraka.
.
Ancaman
hukuman neraka itu sebenarnya bukan karena Allah SWT jahat dan ingin
menghukum manusia. Justru, Sang Maha Berkuasa teramat baik dengan
memberikan peringatan tersebut agar manusia tidak tersesat dan disiksa.
Seperti seorang Ibu yang memperingatkan anaknya agar tidak bermain di
jalanan, karena kalau tertabrak mobil akan sakit, dan bisa meninggal.
Kurang lebih seperti itulah analoginya.
.
Jika
di dunia belum dibalaskan, maka yakinlah bahwa di akhirat kita tidak
akan lolos. Semua manusia akan memanen apa yang ditanam selama hidup di
dunia. Karena itu, lakukanlah kebaikan dimanapun, kapanpun dan kepada
siapapun. Dan jika ada orang yang berbuat kejahatan kepada kita, tenang
saja dan tidak usah dendam karena yakinlah bahwa ada Sang Maha Melihat
yang akan selalu mengawasi dan tidak akan ada satu hal pun yang terlewat
dari pandangan-Nya.
Apapun yang kita lakukan apa yang kita ucapkan dan hal lainpun pasti ada timbal baliknya bukan hanya kepada kita semua tapi juga kepada Allah... jadi berfikir sebelum berbuat yah salam damai.
Apapun yang kita lakukan apa yang kita ucapkan dan hal lainpun pasti ada timbal baliknya bukan hanya kepada kita semua tapi juga kepada Allah... jadi berfikir sebelum berbuat yah salam damai.
Semoga Bermanfaat.